Mejelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kediri hanya menjatuhkan vonis 9 tahun penjara dan denda Rp 250 juta, subsider 4 bulan penjara terhadap pengusaha predator anak Sony Sandra alias Koko (63). Putusan itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut penjara 13 tahun.
Analis politik dan HAM dari Labor Institute Indonesia, Andy William Sinaga berpendapat putusan PN Kediri hanya menghukum pemerkosa 58 perempuan yang sebagian besar dikategorikan sebagai anak, sama sekali tidak logis dan bertendensi mengabaikan HAM, khususnya para korban.
�Ditenengarai ada campur tangan oknum elit politik baik nasional dan daerah dalam mempengaruhi putusan hakim tersebut, apalagi sang pengusaha tersebut cukup berpengaruh di Kediri dan Jawa Timur,� kata Andy kepada redaksi, Kamis (19/5).
Jelas dia, sangat miris sekali di tengah-tengah usaha Pemerintah Jokowi dalam memerangi kejahatan seksual terhadap perempuan dan anak, PN Kediri malah menoreh sejarah kelam dalam mengeluarkan putusan yang ringan terhadap pelaku kejahatan seksual yang korbannya puluhan orang.
�Menurut catatan kami, kasus ini merupakan kasus kejahatan seksual yang terbesar di Indonesia dengan pelaku tunggala dan korbannya sangat banyak. Hukuman maksimal seperti hukuman seumur hidup perlu diambil, agar para penjahat seksual seperti oknum pengusaha tersebut jera melakukan perbuatan tercela tersebut,� papar Andy.
Pihaknya pun mendesak agar Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung agar turun tangan melakukan penyelidikan terhadap putusan para Hakim PN Kediri tersebut. Sidang itu dipimpin majelis hakim Purnomo Amin dan anggota satu Rahmawati serta anggota dua Saru Swastika Rini.
�Kami juga mendesak agar Kejari Kediri untuk segera membuat memori banding atas putusan PN Kediri tersebut,� tukas Andy.
Post a Comment